A. Pendahuluan
Psikologi agama terdiri dari dua
paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang
berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan
kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din
yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti
mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama
terdiri dari "a"; tidak, "gama"; pergi yang berarti tetap
di tempat atau diwarisi turun menurun
Dari definisi tersebut, psikologi
agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari
berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta
keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
keyakinan tersebut.[1]
Dengan melihat pengertian psikologi
dan agama dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari
psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah
laku sehari-hari serta keadaan hidup pada umumnya. Untuk itu penulis akan
mencoba memaparkan tentang, perkembangan jiwa keagamaan orang dewasa serta
faktor-faktor yang. mempengaruhi perkembangan keagamaan tersebut.
Usia lanjut adalah periode penutup
dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun
sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan
penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang
menyangkut kenumpuan motorik, perubahann kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam sistem syaraf, perubahan penampilan.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa
memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian
dan keluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya.[2]
B.
Rumusan Masalah
I.
Pengertian Dewasa
II.
Perkembangan jiwa keagamaan pada
masa dewasa
III. Pengertian lansia / usia lanjut
IV. Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
C.
Pembahasan
I.
Pengertian dan ciri-ciri kedewasaan
Saat telah menginjak usia dewasa
terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,”
menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta
sudah menyadari makna hidup[3]. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang
dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian[4]:
a. Masa dewasa awal (masa dewasa
dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa
pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan
masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri
pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung
dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut
pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi,
dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa
dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani
dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan
masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini
dilandasi kebutuhan pribadi dan social.
II.
Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa dewasa
Ø
Karakteristik
Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan
usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri
sebagai berikut[5]
Menerima kebenaran agama berdasarkan
pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
- Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
- Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
- Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
- Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
- Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
- Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
- Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
Ø
Masalah-masalah Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis
Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai
berikut;
a.
Masa dewasa awal, masalah yang
dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan
berbagai kemungkinan pilihan.
b.
Masa dewasa tengah, masalah sentaral
pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat
menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
c.
Masa dewasa akhir, ciri utamanya
adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup
menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh
berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
Ø Tipe Orang
yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James,sikap
keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah
mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang
tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan
atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak
hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan
secara normal. Mereka meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan
batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab
lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan
mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan
sikap:[6]
- Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama
mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima.
- Intovert
Sifat pesimis membawa mereka untuk
bersikap objektif. Segala marabahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya
dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
- Menyenagi
paham yang ortodoks.
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan
introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka untuk
menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
Ø
Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang
sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalm
bukunya Religion Psychology adalah:[7]
Optimis dan
gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati
segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya
adalah sebagai hasil jerih payah yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk
musibah dan penderitaan yang dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang
dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia.
Ektrovet dan
tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang
dimiliki orang yang sehat jasmani ini menyebabkan mereka mudah
melupakankesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses agamis
tindakannya.
Menyenagi
ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadaian yang ekstrovet maka
mereka cenderung;
a. Menyenangi teologi yang luwes dan
tidak kakuk
b. Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang
lebih bebas
c. Mempelopori pembelaan terhadap
kepentingan agama secara sosial.
Ø
Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa dewasa
a. Masa dewasa
awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan
menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b.
Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan
hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan
secara konsisten.
c.
Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan
kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada
hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada
usia tua.
III.
Pengertian lansia / usia lanjut
lanjut usia
(lansia) menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal
1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas.
Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bah wa lanjut usia mempunyai hak
yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat
1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[8]
Manusia usia
lanjut dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang tidak produktif lagi.
Kondisi fisik rata-rata sudah menurun sehingga dalam kondisi yang uzur ini
berbagai penyakit siap menggorogoti mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini
terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa umur
menunggu kematian
Dari ayat-ayat itu jelas, lansia
seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak dan kewajiban sama dengan
warga negara lain yang belum memasuki usia lanjut.[9]
IV.
Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
Ø
Perkembangan
jiwa keagamaan pada masa usia lanjut
Masalah-masalah keberagamaan pada
masa masa ini, minat dan kegiatan beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan
lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih
sangat menonjol pada usia tua[10].
Ø
Ciri- Ciri
Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
- Kehidupan keagamaan pada usia lanjut
sudah mencapai tingkat kemantapan
-
Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
-
Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih
sungguh- sungguh.
-
Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama
manusia serta sifat- sifat luhur.
-
Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan
usia lanjutnya.
-
Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).[11]
Ø
Kriteria
Orang yang Matang dalam Beragama
Kemampuan seseorang untuk mengenali
atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta
menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari
kematangan beragama. Jadi, kematangan beragama terlihat dari kemampuan
seseorang untuk memahami, menghayati serta serta mengaplikasikan nilai-nilai
luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.[12]
Daftar Pustaka
·
Ali ash shoubouny, shafwat al –
tafsir, ( Beirut: jami’ al huquq al mahfudhah, 1980)
·
Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007
·
Sururin Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
·
Partini
Suardiman Kepala Pusat Studi Sumberdaya Lansia UNY
·
Rita Atkinson, Introduction To
Psychology, ( new York: Harcourt brace javanovich, 1993)
·
http://makalahzaki.blogspot.com/2011/10/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-masa.html di akses pada tanggal 22 april 2013
http://makalahzaki.blogspot.com/2011/10/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-masa.html di akses pada tanggal 22 april 2013
·
http://ebookbrowse.com/makalah-psikologi-agama-tentang-perkembangan-jiwa-beragama-bagi-usia-lanjut-pdf-d338281074 di akses pada tanggal 21 april
2013
·
http://renizhu.wordpress.com/2011/06/28/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-orang-dewasa-dan-lansia/ di akses pada tanggal 22 april
2013
·
http://buntexz.blogspot.com/2012/02/psikologi-agama-pada-dewasa-dan-lansia.html di akses pada tanggal 20 april
2013
[1] http://buntexz.blogspot.com/2012/02/psikologi-agama-pada-dewasa-dan-lansia.html
[7] Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007 hal. 130
[8] Partini Suardiman Kepala Pusat Studi Sumberdaya Lansia UNY
[10] http://makalahzaki.blogspot.com/2011/10/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-masa.html
[11] http://ebookbrowse.com/makalah-psikologi-agama-tentang-perkembangan-jiwa-beragama-bagi-usia-lanjut-pdf-d338281074
[12] http://renizhu.wordpress.com/2011/06/28/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-orang-dewasa-dan-lansia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar