Filsafat Max Scheler
- Riwayat Hidup
Max Scheler adalah filsuf yang terkenal dari
aliran fenomenologi Husserl. Dia dilahirkan di Munchen tahun 1874, mendapat gelar doctor pada tahun
1897 dibawah pimpinan filsuf Rudolf Eucken. Sesudah menjadi tersohor karena
karangan-karangannya, maka pada tahun 1928 dia dipanggil ke Frankrut a.M untuk
menjadi guru besar. Akan tetapi sebelum mulai tugasnya, dia sudah meninggal
dunia, demikianlah secara singkat riwayat hidup Max Scheler.[1]
Max
Scheler adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh dalam bidang fenomenologi, filsafat
sosial, dan sosiologi
pengetahuan.[1] Ia berjasa dalam menyebarluaskan
fenomenologi Husserl.[2] Scheler dilahirkan pada tahun
1874 di Muenchen.[1][2] Ia menempuh studi di Muenchen, Berlin, Heidelberg,dan Jena.[2] Setelah itu, ia menjadi dosen di
Jena dan Muenchen, di mana ia berkenalan dengan fenomenologi Husserl.[1][2] Pada tahun 1919, Scheler menjabat
guru besar di Koln.[2] Kemudian ia meninggal dunia di
Frankfurt pada tahun 1928.[2]
Inti
pemikiran filsafat Scheler adalah nilai.[2] Berbeda dengan Mill
yang mengatakan bahwa manusia bertindak berdasarkan kepuasan diri, Scheler
menyatakan bahwa nilai adalah hal yang dituju manusia.[2] Jika ada orang yang mengejar
kenikmatan, maka hal itu bukan demi kepuasan perasaan, melainkan karena
kenikmatan dipandang sebagai suatu nilai.[2] Nilai tidak bersifat relatif,
melainkan mutlak.[2] Nilai bukan ide atau cita-cita,
melainkan sesuatu yang kongkret, yang hanya dapat dialami dengan jiwa yang
bergetar dan dengan emosi.[2]
- Pokok Pemikiran
Disamping
Husserl, filsuf lain yang juga terlibat dalam filsafat fenomenologi adalah Max
Scheler. Scheler juga menggunakan metode Husserl dan tidak berusaha untuk
menganalisa dan menerangkan lebih jauh tentang suatu obyek dan
gejala-gejalanya. Bagi Scheler, fenomenologi merupakan “jalan keluar”
ketidakpuasannya atas logisisme-transendentalis Immanuel Kant dan Psikologisme
Empiris.
Max Scheler
berpikir dengan seluruh hati dan jiwanya. Orang seperti Scheler sebetulnya
niscaya hanya bisa berpikir secara fenomenologi. Artinya bagi manusia dengan
tabi’at semacam itu, cara berpikir yang sesuai ialah terjun dan menenggelamkan
diri dalam pengalaman yang kongkrit. Bagi Scheler, yang terutama bukanlah
pikiran, yang terutama ialah perbuatan. Berbuat, sekali lagi berbuat, mengalami
dan merasakan, itulah dan disitulah letak pengertian menurut Scheler.[2]
Max Scheler
merupakan salah satu orang yang sangat mengagumi pemikiran Husserl tentang
fenomenologi. Pada awalnya ia memang tidak setuju dan menentang seluruh
aliran-aliran falsafah pada waktu itu, tentunya juga dengan metodenya.
Buktinya, dari sekian lama ia mencari metode sendiri dan pada akhirnya ia
menemukan metode yang menurutnya baik. Metode tersebut adalah metode yang
dibawa oleh Husserl yaitu metode fenomenologi.
Scheler
mendasarkan metode fenomenologinya kepada hati dan perasaan. Maksudnya, untuk menggapai kebenaran hakiki
manusia harus berinteraksi dengan objek sebagaimana teori Husserl. Namun,
ketika manusia menghadapi fenomena, yang tampak sebagai kebenaran merupakan
adalah sesuatu yang tampak pada hati dan perasaan. Mungkin Scheler tergila-gila
dengan cinta atau terjerat virus-virus cinta. sehingga dalam menghadapi fenomen
ia menghadapinya dengan cinta.[3]
Selain itu
Scheler menambahkan sesuatu di metode fenomenologi Husserl. Inilah diantara
yang menjadi ciri has metode Scheler. Scheler mengatakan manusia harus menahan
segala sesuatu atau pengakuan dalam menghadapi realita. Manusia harus
melepaskan diri dari dari kecendrungan ia atau tidak, begini atau begitu.
Sehingga yang tersisa hanyalah realitas dari fenomen itu sendiri.
Selanjutnya,
tidak hanya melepaskan dari apa yang telah dijabarkan di atas. Manusia juga
harus melepaskan dirinya sendiri dari diri sendiri dan ikatan yang bersifat
kegemaran, kesenangan dan terutama dari belenggu hidup yang rendah. Dalam hal
ini Scheler tampak sebagai orang yang bijak sana. Karena ia menyarankan untuk
melakukan sesuatu yang terpuji sepert jangan sombong, rendah hati dan lain
sebagainya.
- Pandangan Nilai Menurut Max Scheler
Pada bagian
ini, kita akan melihat pandangannya mengenai nilai. Bagian ini akan dibagi ke
dalam sub-sub: pertama, pemahaman tentang nilai; kedua, hierarki nilai.
Pemahaman tentang Nilai
- Pengertian tentang Nilai
Untuk
memahami pengertian nilai Max Scheler, saya mencoba untuk memisahakan terlebih
dahulu dua sifat yang terdapat pada nilai (material dan apriori), kendati
Scheler tidak memisahakan pembahasan dua dua sifat nilai ini kedalam point
point seperti yang saya lakukan. Akan tetapi, di sini saya mencoba untuk
memisahkannya guna memahami pandangannya mengenai nilai tetapi kita tetap
diajak unutk mebacanya dalam satu kesatuan.
- Nilai Material
Nilai itu
material. Material di sini bukanlah dalam arti “ada kaitan dengan
materi”melainkan sebagai lawan dari formal, materi sebagai “berisi”. Berisi itu
berartikualitas nilai tidak berubah dengan adanya perubahan pada barang atau
pada pembawanya. Misalnya nilai itu selalu mempunyai isi “jujur”, “enak”,
“kudus”,”benar”, “sehat”, “adil”, yang semuanya itu berbeda dan masing-masing
memiliki nilai. Contoh lain, misalnya: pengkhianatan seorang teman tidak
mengubah nilai persahabatan.
Nilai persahabatan tetap merupakan nilai
persahabatan, tidak terpengaruh jika teanku berbalik mengkhianatiku.
- Nilai Apriori
Nilai
merupakan kualitas apriori. Max Scheler mengatakan bahwa kebernilaian nilai itu
mendahului pengalaman. Misalnya: apakah makanan tertentu enak atau tidak,harus
kita coba dulu. Akan tetapi, bahwa “yang enak” merupakan sesuatu yang positif,
sebuah nilai, dan bahwa yang bernilai “yang enak” dan bukan “yang enak’ itu
tidak perlu kita coba dulu. Begitu juga kejujuran, keadilan; bahwa kejujuran,
Keadilan sendiri merupakan sebuah nilai yang kita ketahui secara langsung
begitu kita menyadari apa itu kejujuran dan keadilan. Maka, kejujuran dan
keadilan pertama tama bukanlah sebuah konsep mengenai kejujuran dan keadilan
melainkan nilai kejujuran dan nilai keadilan.
- Hierarki Nilai
Scheler
percaya bahwa nilai itu tersusun dalam sebuah hubungan hierarki apiori. Dan ini
harus ditemukan di dalam hakikat nilai itu sendiri, bahkan berlaku juga bagi
nilai yang tidak kita ketahui. Dalam keseluruhan realitas, nilai hanya terdapat
satu susunanhierarki yang menyusun seluruh nilai masing-masing memiliki
tempatnya sendiri-sendiri. Suatu nilai memiliki kedudukan lebih tinggi atau
lebih rendah daripada yang lain. Menurut Max Scheler, kenyataan bahwa suatu
nilai lebih tinggi daripada yang laindapat dipahami dalam suatu tindakan
pemahaman khusus terhadap nilai, yaitu dengan tindakan preferensi; suatu
pemahaman akan tingkat tinggi dan rendahnya suatu nilai.
Disini perlu
dibedakan tindakan preferensi dan tindakan memilih. Tindakan memilih merupakan
kecenderungan yang telah mencakup pengetahuan tentang keunggulan nilai,
sedangkan tindakan preferensi merupakan tindakan mengunggulkan atau
mengutamakan, yang diwujudkan tanpa menunjukkan adanya kecenderungan, pemilihan
atau keinginan.
- Penutup
Sebagai
seorang filsuf Max Scheler mengarahkan serta mendasarkan pemikirannya pada
masalah nilai. Berhadapan dengan pertentangan antara pandangan objektif dan
subjektif mengenai nilai. Scheler memandang nilai sebagai suatu kualitas
independen yang tidak berbeda dengan benda namun tidak tergantung pada benda;
benda adalah sesuatu yang bernilai. Sebagaimana warna hijau tidak berubah
menjadi merah jambu manakala objek yang berwarna biru di cat merah jambu,
demikian juga halnya dengan nilai yang tetap tidak berpengaruh oleh perubahan
yang terjadi dalam objek yang digabunginya. Pengkhianatan seorang sahabat,
misalnya, tidak mengubah nilai persahabatan. Namun, meskipun demikian penangkapan
akan nilai-nilai tersebut tergantung bagaimana keterbukaan manusia sebagai
subjek untuk dapat menangkapnya sebagai.
Nilai dalam
pandangan Scheler secara apriori tersusun secara hierarkis dari tingkat yang
tinggi menurun ke tingkat lebih rendah. Hierarki ini tidak dapat dideduksikan
secara empiris, tetapi terungkap melalui tindakan preferensi, yaitu melalui
intuisi preferensi-evidensi. Empat tingkat Hierarki nilai ini terdiri dari,
yaitu : pertama, adalah nilai kesenangan -Pada tingkat terendah, kita dapat
menemukan deretan nilai-nilai kesenangan dan nilai kesusahan, atau kenikmatan
dan kepedihan. Kedua, adalah nilai vitalitas atau kehidupan, yang terdiri dari
nilai-nilai rasa kehidupan meliputi yang luhur, halus, atau lembut hingga yang
kasat atau biasa, dan juga mencakup yang bagus yang berlawanan dengan yang
jelek. Nilai Ketiga terdiri dari nilai-nilai spiritual, yang memiliki sifat
tidak tergantung pada seluruh lingkungan badaniah serta lingkungan alam
sekitar. Nilai keempat adalah nilai kesucian dan keprofanan. Nilai ini hanya
tampak pada kita dalam objek yang dituju sebagai objek absolut.
- Referensi
(Inggris)John Bohman.
1999. "Scheler, Max". In The Cambridge Dictionary of Philosophy.
Robert Audi, ed. 816. London: Cambridge University Press.
Harun
Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Hal. 145-148.
A. Sudiarja. Dkk. Karya Lengkap Diyarkarya.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006.
Hassan, Fuad, Stadium General, Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, cet ke-3, 2001.
Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat
Modern, jakarta: Gramedia, 1983.
Kamus Filsafat karangan Lorens Bagus, Kamus
Filsafat,Jakarta: Gramedia, 2005.
Nasution, Hasan Bakti, Falsafah Umum, Jakarta:
Gaya Media Pertama, cet I, 2001.
Pasion ; perasaan yang sangat , menggek2 atau menggema
Intiusi ; spontan , tak perlu di analisa terlebih
dahulu
Tele; jauh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar